Kolaborasi Pernikahan Jawa dan Melayu di Royal Kuningan Hotel
Cinta dapat tumbuh di mana saja, bangku kuliah pun kerap menjadi tempat di mana bibit-bibit cinta mulai tumbuh dan mekar berkembang, seperti kisah cinta Rania dan Kawi.
Berbusana Melayu berwarna ungu
Pasang cincin di jemari Rania
Sungkeman
Wijikan
Rania dan Kawi
Kacar kucur
Makeup dan sanggul oleh Petty Kaligis dan Nani Nazeh
Bahagia dan haru di wajah Rania
Cinta dapat tumbuh di mana saja, bangku kuliah pun kerap menjadi tempat di mana bibit-bibit cinta mulai tumbuh dan mekar berkembang, seperti kisah cinta Rania dan Kawi.
Berada di satu organisasi kampus yang sama, Rania dan Kawi dipertemukan sebagai senior dan junior. Layaknya senior pada umumnya, Kawi yang melihat junior cantik seperti Rania tidak tahan untuk tidak menggodanya. Sementara Rania yang juga menyimpan bibit ketertarikan, menyambut Kawi tanpa ragu, hingga keduanya pun resmi menjalin kasih hingga 5 tahun lamanya. Menginjak tahun keempat, tanpa sepengetahuan Rania, Kawi menemui orang tua Rania untuk memohon restu. Ayah Rania menjadi orang yang paling terkejut mendengar pinangan Kawi, tidak menyangka putri bungsunya kini sudah dewasa dan sudah waktunya untuk memiliki kehidupan baru bersama pendampingnya. Walaupun sedikit berat, ayah Rania ikhlas melepas Rania menikah yang hakikatnya untuk ibadah.
Memiliki ibu seorang desainer kebaya membuat Rania merasa sangat beruntung. Ia dapat mempersiapkan kebaya impian dan bebas mengeksplorasi desain kebaya pengantin yang ia inginkan.
Bermimpi mengenakan kebaya dengan ekor panjang, Rania meminta pada ibunya, Eva Pudjo pemilik dari Rumah Kebaya, membuatkan kebaya lengkap dengan ekor sepanjang 3,5 meter. Rania tahu betul resiko yang dihadapinya, jatuh tergelincir tersangkut ekor sementara proporsi tubuhnya tidak besar. Tapi semua kekhawatiran itu dihalau Rania yang bertekad memakai kebaya tersebut apapun yang terjadi. Bersyukur Rania memiliki bridesmaid yang sangat pengertian menjaga sejak Rania menuruni tangga dan memperbaiki ekor memastikan tetap aman tidak tersandung di hari-H.
Selalu ada saja masalah yang timbul saat mempersiapkan hari istimewa. Rania yang sedang menggeluti bisnis parfum berniat membagikan parfum produksinya sebagai suvenir pernikahan. Menginginkan segalanya spesial termasuk suvenirnya, Rania pun memilih botol parfum yang hanya diproduksi di Taiwan. Masalah timbul saat botol tersebut terjebak di bea cukai sampai sebulan lamanya. Bala bantuan pun dkerahkan, dengan pertolongan orang-orang sekitar yang begitu baik, paket botol tersebut pun akhirnya lolos dua minggu sebelum hari-H.
Setelah persiapan bak roller coaster yang sempat membuat deg-degan, Rania dan Kawi akhirnya dapat menjalani setiap prosesi pernikahan tanpa beban. Mengusung konsep Jawa, keduanya menjalani setiap prosesi secara lengkap, mulai dari siraman, midodareni, kemudian panggih dan kirab yang dilangsungkan pada hari yang sama dengan akad nikah. Hari berikutnya, digelar resepsi dengan nuansa ungu burgundy, kesukaan Rania, yang dipadu dengan keemasan. Memiliki selera yang sama dengan sang ayah yaitu “Less is More”, membuat Rania tak berpikir dua kali untuk mempercayakan dekorasi kepada ayahnya. Berbalut busana berwarna ungu yang berpadu dengan songket yang juga bernuansa ungu, Rania dan Kawi tempil begitu harmonis, serasi denga dekorasi sang Ayah. Akhinrya, untuk menutup seluruh rangkaian prosesi adat, kedua pengantin pun melaksanakan ngunduh mantu di Dumai, Riau, tempat asal Kawi, sebulan setelah resepsi yang dilangsungkan di Jakarta.